Friday, July 30, 2010

Pengusaha Hutan Boleh Ekspansi

Jakarta, Kompas - Pembahasan pelaksanaan perjanjian penurunan penggundulan hutan dan degradasi lahan Indonesia dan Norwegia hampir selesai. Pengusaha kehutanan dan perkebunan boleh ekspansi di kawasan hutan yang tak lagi berhutan dan boleh dikonversi.

Pemerintah juga hampir rampung menyusun berbagai infrastruktur pelaksanaan perjanjian tersebut. Menteri Kehutanan menyampaikan hal itu seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (28/7).

Zulkifli menjelaskan, Pemerintah Indonesia dan Norwegia tengah membentuk komite bersama. Komite ini, antara lain, akan membahas lembaga keuangan yang mengelola hibah senilai 1 miliar dollar AS dari Norwegia untuk mengatasi perubahan iklim di Indonesia.

"Soal perjanjian kemitraan itu, sudah banyak langkah yang kami lakukan. Bahkan, dalam negosiasi, kadang-kadang kita terlalu maju, sedangkan di pihak (Norwegia) sana belum. Misalnya, untuk moratorium yang harusnya dilakukan tahun 2011, itu sudah kita lakukan," ujarnya.

Zulkifli mengaku belum menandatangani izin pelepasan hak kawasan hutan untuk konversi hutan alam dan lahan gambut sejak dirinya menjadi Menhut pada Oktober 2009.

Kementerian Kehutanan gencar melakukan program hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan kemasyrakatan, dan hutan desa. Menurut Zulkifli, pemerintah sudah merampungkan pembahasan soal perjanjian Indonesia-Norwegia dengan DPR dan kalangan dunia usaha.

Selain membentuk komite bersama dan lembaga keuangan, pemerintah juga tengah menyusun mekanisme pengawasan, pelaporan dan verifikasi, serta strategi REDD-Plus. Semua tahapan itu diperkirakan selesai Agustus mendatang.

"Kita memang terlalu maju, cepat sekali dalam proses ini, karena kesungguhan kita. Tetapi, itu jangan diartikan sebagai kelemahan lantas pihak Norwegia mengajukan usulan-usulan baru lagi. Kita tetap berpedoman pada perjanjian yang sudah kita sepakati saja," ujar Zulkifli.

Sudah dilaksanakan

Terkait dengan pertemuan Presiden Yudhoyono dengan George Soros, investor global yang juga anggota Tim Penasihat Tingkat Tinggi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim, Zulkifli mengatakan, hal-hal yang direkomendasikan Soros kebanyakan sudah dilakukan Indonesia.

Pekan lalu, Soros berkunjung ke Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua. Dia berkeliling bertemu pemerintah daerah, masyarakat di sekitar hutan, dan menyusuri sungai untuk melihat hutan. Hasil perjalanan tersebut kemudian dibahas bersama Presiden Yudhoyono di Bali.

Sebelum rapat dengan Presiden Yudhoyono, Zulkifli berbicara di hadapan peserta seminar nasional bertajuk "Pasca-LoI Indonesia-Norwegia: Membedah Peran Dunia Usaha Kehutanan dalam Mitigasi Perubahan Iklim" di Jakarta.

Seminar yang diselenggarakan Yayasan Zona Hutan Rakyat menghadirkan pengusaha kehutanan, organisasi nonpemerintah, dan akademisi.

Menhut menegaskan, Indonesia memiliki potensi keanekaragaman luar biasa yang harus dilestarikan bersama.

Dia juga menegaskan, pengusaha kehutanan dan perkebunan tidak perlu khawatir. Mereka masih dapat ekspansi di kawasan hutan yang tidak lagi berhutan dan boleh dikonversi.

Namun, Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Mohammad Mansur mengaku tetap khawatir pemerintah menutup keran perizinan konsesi hutan tanaman industri (HTI).

Dua raksasa industri pulp dan kertas, Indah Kiat Pulp and Paper dari kelompok usaha Sinar Mas dan Riaupulp dari kelompok usaha Raja Garuda Mas, baru saja selesai meningkatkan kapasitas produksi 800.000 ton per tahun dan 600.000 ton per tahun.

"Penambahan kapasitas produksi yang sudah dimulai sejak dua tahun lalu ini membutuhkan areal HTI 200.000 hektar. Ekspor pulp, kertas, dan produk kertas Indonesia rata-rata 6 miliar dollar AS per tahun," ujar Mansur.

 

Sumber: Kompas Online



 

1 comments:

Unknown said...

mampir nich...
oh ea,, ada sedikit info tentang kayu jabon, mungkin ada yang pernah tau tentang kayu jabon.
ok,, SALAM....

Post a Comment