|     Jakarta, Kompas - Pembahasan pelaksanaan perjanjian penurunan   penggundulan hutan dan degradasi lahan Indonesia dan Norwegia hampir selesai.   Pengusaha kehutanan dan perkebunan boleh ekspansi di kawasan hutan yang tak   lagi berhutan dan boleh dikonversi. Pemerintah juga hampir rampung menyusun berbagai infrastruktur pelaksanaan   perjanjian tersebut. Menteri Kehutanan menyampaikan hal itu seusai bertemu   Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (28/7). Zulkifli menjelaskan, Pemerintah Indonesia dan Norwegia tengah membentuk   komite bersama. Komite ini, antara lain, akan membahas lembaga keuangan yang   mengelola hibah senilai 1 miliar dollar AS dari Norwegia untuk mengatasi   perubahan iklim di Indonesia. "Soal perjanjian kemitraan itu, sudah banyak langkah yang kami lakukan.   Bahkan, dalam negosiasi, kadang-kadang kita terlalu maju, sedangkan di pihak   (Norwegia) sana belum. Misalnya, untuk moratorium yang harusnya dilakukan   tahun 2011, itu sudah kita lakukan," ujarnya. Zulkifli mengaku belum menandatangani izin pelepasan hak kawasan hutan   untuk konversi hutan alam dan lahan gambut sejak dirinya menjadi Menhut pada   Oktober 2009. Kementerian Kehutanan gencar melakukan program hutan tanaman rakyat, hutan   rakyat, hutan kemasyrakatan, dan hutan desa. Menurut Zulkifli, pemerintah   sudah merampungkan pembahasan soal perjanjian Indonesia-Norwegia dengan DPR   dan kalangan dunia usaha. Selain membentuk komite bersama dan lembaga keuangan, pemerintah juga   tengah menyusun mekanisme pengawasan, pelaporan dan verifikasi, serta   strategi REDD-Plus. Semua tahapan itu diperkirakan selesai Agustus mendatang. "Kita memang terlalu maju, cepat sekali dalam proses ini, karena   kesungguhan kita. Tetapi, itu jangan diartikan sebagai kelemahan lantas pihak   Norwegia mengajukan usulan-usulan baru lagi. Kita tetap berpedoman pada   perjanjian yang sudah kita sepakati saja," ujar Zulkifli. Sudah dilaksanakan Terkait dengan pertemuan Presiden Yudhoyono dengan George Soros, investor   global yang juga anggota Tim Penasihat Tingkat Tinggi Sekretaris Jenderal   Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim, Zulkifli mengatakan,   hal-hal yang direkomendasikan Soros kebanyakan sudah dilakukan Indonesia. Pekan lalu, Soros berkunjung ke Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan   Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua. Dia berkeliling bertemu pemerintah   daerah, masyarakat di sekitar hutan, dan menyusuri sungai untuk melihat   hutan. Hasil perjalanan tersebut kemudian dibahas bersama Presiden Yudhoyono   di Bali. Sebelum rapat dengan Presiden Yudhoyono, Zulkifli berbicara di hadapan   peserta seminar nasional bertajuk "Pasca-LoI Indonesia-Norwegia: Membedah   Peran Dunia Usaha Kehutanan dalam Mitigasi Perubahan Iklim" di Jakarta. Seminar yang diselenggarakan Yayasan Zona Hutan Rakyat menghadirkan   pengusaha kehutanan, organisasi nonpemerintah, dan akademisi. Menhut menegaskan, Indonesia memiliki potensi keanekaragaman luar biasa   yang harus dilestarikan bersama. Dia juga menegaskan, pengusaha kehutanan dan perkebunan tidak perlu   khawatir. Mereka masih dapat ekspansi di kawasan hutan yang tidak lagi   berhutan dan boleh dikonversi. Namun, Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Mohammad Mansur mengaku   tetap khawatir pemerintah menutup keran perizinan konsesi hutan tanaman   industri (HTI). Dua raksasa industri pulp dan kertas, Indah Kiat Pulp and Paper dari   kelompok usaha Sinar Mas dan Riaupulp dari kelompok usaha Raja Garuda Mas,   baru saja selesai meningkatkan kapasitas produksi 800.000 ton per tahun dan   600.000 ton per tahun. "Penambahan kapasitas produksi yang sudah dimulai sejak   dua tahun lalu ini membutuhkan areal HTI 200.000 hektar. Ekspor pulp, kertas,   dan produk kertas Indonesia rata-rata 6 miliar dollar AS per tahun," ujar Mansur. Sumber: Kompas Online 
  |   



1 comments:
mampir nich...
oh ea,, ada sedikit info tentang kayu jabon, mungkin ada yang pernah tau tentang kayu jabon.
ok,, SALAM....
Post a Comment