Saturday, June 9, 2012

PENGELOLAAN HUTAN JATI DI JAWA (Aspek Sosio-Teknis)

Ringkasan Buku:
Hasan Simon,
Pustaka Pelajar,
Jogjakarta, 2004
289 halaman
ISBN: 979-3477-70-9


Pengelolaan hutan jati di Jawa telah melewati sejarah sangat panjang. Pengalaman yang panjang itu kiranya dapat diambil hikmahnya untuk melanjutkan pengembangan pengelolaan hutan jati di Jawa ke depan maupun untuk meletakkan dasar-dasar pengelolaan hutan di luar Jawa. Bahkan tidak mustahil, pengalaman dari Jawa itu bisa menjadikan pengembangan pengelolaan hutan tropis di seluruh dunia.

Sejarah panjang pengelolaan hutan jati di Jawa tersebut dimulai dari penambangan kayu (timber extraction), dilanjutkan dengan pengelolaan hutan tanaman (timber management), dan terakhir uji-coba ke paradigma kehutanan sosial (social forestry). Penambangan kayu pada hutan jati di Jawa berlangsung selama kurang lebih 10 abad (abad ke-8 s/d ke-18). Periode yang panjang itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu penambangan kayu konvensional dan penambangan kayu modern oleh VOC. Penambangan kayu oleh VOC yang berlangsung selama 150 tahun itu telah menyebabkan hancurnya hutan jati di Jawa pada akhir abad ke-18. Pemerintah Hindia Belanda yang dikomandani oleh DAENDELS sebagai Gubernur Jenderal (1808-1811), membangun kembali hutan yang rusak tersebut dengan mengadopsi model pengelolaan hutan tanaman dari Jerman. Setelah berbagai rintangan dapat diatasi, cita-cita DAENDELS tersebut baru terwujud pada kurun waktu 1890-1942 dengan hasil gemilang.

Dalam perjalanan panjang tersebut berbagai aspek telah dilewati, mulai dari aspek sosial ekonomi masyarakat, aspek teknik kehutanan, maupun aspek kebijakan. Karena pengalaman berharga itu kurang difahami oleh rimbawan Indonesia pada umumnya, termasuk para pengambil kebijakan di republik ini. Kini hutan jati di Jawa karya Djatibedreijfs itu kembali hancur berantakan. Sejarah 200 tahun yang lalu telah terulang, dan nampaknya diperlukan seorang DAENDELS baru untuk membangun kembali hutan di Jawa.(SY)