Monday, May 14, 2012

Biogas Minimalkan Perubahan Iklim

FBC-Padang Pariaman. “Cik jawi baserak di laman, di laman cik jawi baserak.  Cik jawi baguno untuak biogas, untuak biogas cik jawi baguno” (Kotoran sapi berserakan di halaman, di halaman kotoran sapi berserakan. Kotoran sapi berguna untuk biogas, untuk biogas kotoran sapi berguna).  Demikian sebuah penggalan lagu dinyanyikan dengan irama mars oleh  Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Ir. Djoni, Senin (7/5).
 
Hal demikian dinyanyikan oleh Djoni, saat kegiatan hari temu lapangan petani yang digelar oleh kelompok sekolah lapangan (SL) Jorong Sungai Pinang, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.
 
Menurut Djoni, kotoran sapi selama ini sudah mulai dimanfaatkan oleh petani organik di Sumbar sebagai bahan baku kompos.  “Kan tidak hanya sampai pada kompos, kotoran sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber biogas,” katanya.
 
Dia menjelaskan, dari kotoran sapi segar sampai menjadi kompos, terjadi proses fermentasi.  “Pada saat fermentasi inilah gas metana dihasilkan,” sambungnya.
 
Djoni menambahkan, bila petani dapat memanfaatkan gas hasil fermentasi ini, otomatis petani sudah tidak banyak bergantung pada bahan bakar fosil.  “Ini juga bisa menghemat pengeluaran keluarga,” tandas Djoni.
 
Ditempat yang sama, ketua panitia hari temu lapangan, Indra Medi, 51, sepakat dengan apa yang disampaikan Djoni.  Menurutnya, biogas bukan hanya soal memanfaatkan limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat, namun pengelolaan biogas sesungguhnya dilakukan untuk melakukan pengurangan emisi gas metana itu sendiri.
 
“Gas metana kalau diemisikan ke udara akan memperbanyak konsentrasi gas rumah kaca” katanya.
 
Menurut Indra, metan merupakan salah satu gas penyumbang gas rumah kaca di udara selain karbondioksida, nitrogen oksida dan gas lainnya.  Konsentrasi gas metana diudara sangat menentukan peningkatan panas bumi.  “Jika bumi makin panas, maka es di kutub akan mencair dan perubahan iklim tidak dapat dihindarkan” tandasnya.
 
Indra mengakui,  dalam beberapa tahun belakangan telah merasakan perubahan iklim yang cukup berdampak atas usaha taninya.  Menurutnya, saat ini musim hujan dan kering sudah agak sulit diperkirakan.  Dampaknya, sulitnya memperkirakan musim hujan dan kering, sehingga sulit pula bagi petani untuk menentukan musim tanam.
 
Lebih jauh dia menjelaskan, buangan padat dari instalasi biogas dapat dimanfaatkan sebagai kompos.  “Kompos hasil biogas sangat sempurna karena fermentasi juga berlangsung dengan sempurna” kata Indra.
 
Di tempatnya tingga, di Korong Sungai Pinang Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman, Indra Medi telah membantu pemasangan 4 unit biogas.  Bukan hanya sampai disitu, Indra Medi juga telah memasang 1 unit biogas di Nagari Taratak Tampati, Batang Kapas di Kabupaten Pesisir Selatan, 1 unit di nagari Sungai Buluh Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman dan 1 lagi di Malalak.
 
Menyusul, ia akan memasang 13 instalasi biogas lainnya di wilayah itu, 1 instalasi di Nagari Ulakan dan 1 lagi di Nagari Kudu Gantiang.
 
Indra Medi tertarik mengembangkan biogas sejak terlibat dalam sekolah lapangan yang difasilitasi FIELD-Bumi Ceria, sebuah program yang mendukung ketangguhan masyarakat terhadap perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana pada komunitas petani di Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat.  Program ini didukung oleh United State Agency for International Development (USAID) dan diimplementasikan oleh Yayasan FIELD Indonesia.
 
“Saya bertekad untuk tetap menggalakkan biogas untuk petani.  Karena biogas adalah energi terbarukan yang murah, mudah dan terjangkau oleh masyarakat petani” pungkasnya. [milis]