Tuesday, March 30, 2010

UKL UPL, Apa dampaknya buat lingkungan ?

Upaya pemerintah dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumberdaya alam, adalah sebuah kewajiban. Manfaat yang dapat dipetik adalah agak semua pihak dapat merasakan keberadaan sumberdaya alam tersebut secara berkelanjutan. UKL UPL atau biasa disebut dengan Upaya Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan salah satunya diwajibkan kepada sektor usaha kecil dan menengah dalam sebuah sistem pemantauan yang periodik pada unit usaha milik masyarakat, seperti pembangunan rencana perumahan yang dilakukan oleh pengembang bisnis properti.

Melalui kepanjangan tangan dari Kementrian Lingkungan Hidup yang telah mengeluarkan aturan baku melalui Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) dan Peraturan Pemerintah. UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) merupakan dokumen pengelolaan lingkungan hidup bagi rencana usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL. UKL-UPL diatur sejak diberlakukannya PP 51/1993 tentang AMDAL. UKL-UPL tidak sama dengan AMDAL yang harus dilakukan melalui proses penilaian dan presentasi, tetapi lebih sebagai arahan teknis untuk memenuhi standar-standar pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan Kep-MENLH No 86 Tahun 2002 tentang UKL-UPL, pemrakarsa diwajibkan mengisi formulir isian dan diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang pengeloaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota atau di Propinsi.

Sektor property (perumahan) bisa menjadi contoh bagi implementasi UKL UPL bagi sektor usaha yang dapat langsung berdampak pada kelestarian lingkungan. Tahapan pembangunan perumahan dapat melalui 3 (tiga) hal penting, yakni tahap pra-konstruksi (perencanaan, penyiapan lahan); tahap konstruksi (pembersihan dan penyiapan lahan, pembangunan fisik); dan tahap pasca konstruksi (penyerahan aset, pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan). Ketiganya memiliki konsekwensi langsung bagi keberadaan lingkungan sekitar, misal didalam lokasi pembangunan perumahannya dan diluar (sekitar) lokasi perumahan.

Rona awal lokasi dalam konteks UKL UPL wajib untuk didokumentasikan dengan baik agar diperoleh informasi dan fakta lapangan yang nantinya dpt dinilai dan diukur perubahannya pada periode tertentu. Hal ini sangat wajar, untuk menjamin keberadaan lingkungan sekitar tetap lestari.

Disamping itu, upaya monitoring berkala dari Pemerintah daerah sebagai pemberi ijin (prinsip) juga menjadi penting untuk dilakukan secara konsisten agar segala perubahan yang terjadi dalam dan diluar lokasi dapat dilakukan pemantauan yang terpadu. Pelibatan parapihak (LSM, masyarakat, swasta dan pemerintah) menjadi kunci keberhasilan pemantauan lingkungan. Komponen parapihak tersebut sangat ideal utk diterapkan, mengingat tanggungjawab lingkungan bukan domain pemerintah saja, atau pihak-pihak tertentu saja. Namun menjadi tanggungjawab bersama untuk manfaat bersama yg lebih lestari.

Hadirnya instrument UKL UPL memang membutuhkan prasyarat yang tdk mudah. Persoalan kesadaran pihak swasta untuk memberikan perhatiannya kepada lingkungan masih dirasa kurang. Apalagi bagi pihak swasta yang masih sekedar 'numpang' ijin hanya sekedar utk lips service dan Pemerintah Daerah yang setengah hati memberikan sistem perijinannya tanpa secara konsisten memantau dampak lingkungannya. Maka yang terjadi adalah masyarakat sekitar penerima dampak yang menjadi "korban". Masih ingatkah kita kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo ?

Begitulah kira-kira hal terburuk yang terjadi apabila tidak adanya sinkronisasi kebijakan pemerintah dan kepedulian parapihak (swasta) dalam persoalan menggagas instrument lingkungan yang telah dilahirkan dengan 'dana' yang tidak sedikit tsb. Begitu pula dengan instrument UKL UPL, bila hanya dijadikan instrument yang bersifat lisp service saja dari parapihak tersebut maka bisa dipastikan hal tersebut akan menjadi hal-hal yang kontra produktif. (sy)



Sunday, March 28, 2010

Hari Bumi (10 April 2007 - in memoriam)

Keberadaan kawasan hutan Ranget di kaki Gunung Rinjani memberikan arti penting bagi masyarakat Kota Mataram. Sumber air PDAM Menang Mataram berasal dari titik Ranget yang sangat vital peranannya. Kelompok masyarakat sekitarnya bergabung dalam sebuah wadah Forum Komunikasi Masyarakat Ranget ato biasa disebut dengan Forum Ranget. Mereka adalah Pak Rifaah yang kesehariannya adalah berkebun dan bercocok tanam di lahan seputaran Hutan Ranget yang saat ini dikelilingi oleh pemukiman penduduk yang makin lama makin menyempit. Beliau sebagai salah satu pengurus mengatakan, "Kita sudah sejak dulu memelihara tanaman buah-buahan dan kayu agar dapat terjaga kelestarian mata air di Ranget. Disamping mendapatkan hasil dari kebun tersebut, kami juga telah melestarikan lingkungan sekitar termasuk mata air Ranget."

Ungkapan optimis tersebut membuat kawan-kawan aktivis penggerak pemberdayaan masyarakat merasa tertantang utk memberikan dukungan konkrit terhadap hal itu. Upaya masyarakat yang tanpa pamrih tersebut kadang sedikit tercemar dengan adanya hitungan 'rupiah' --baca: program BAU (bussiness as usual)-- dibelakangnya dari kepentingan kelompok disekelilingnya.

Tak kalah dengan kawan-kawan Forum Ranget, mereka yang berstatus Sekolah Dasar pun turut memberikan perhatiannya kepada keberadaan sumber mata air dan hutan Ranget. Pada 10 April 2007 lalu, mereka secara bergotong-royong menanami bibit tanaman kayu yang telah mereka siapkan bersama-sama. Dengan dukungan dari kawan-kawan WWF Indonesia Program Nusa Tenggara dan LSM KONSEPSI NTB serta pemerintah desa setempat, mereka bergerak untuk peduli terhadap kawasan hutan Ranget dan sumber mata airnya.

Menurut data WWF Program Nusa Tenggara, sumber mata air disekitar kawasan Gunung Rinjani telah mengalami defisit sejak 10 tahun silam. dan tersisa 40 % titik mata air di kawasan tersebut. Hal ini menggugah para pengambil keputusan di Pulau Lombok utk mengambil peran strategis yang dapat memulihkan kembali kawasan Gunung Rinjani tersebut.

Hari Bumi menjadi momentum penting bagi parapihak untuk berbenah lebih baik dan saling bahu membahu dalam menyelamatkan lingkungan sekitar khususnya kawasan Gunung Rinjani. Pemerintah daerah dapat mempersiapkan perangkat kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih matang. Kelompok masyarakat dapat menjadi subyek bukan obyek dari sebuah upaya perbaikan sumberdaya alam tersebut. Serta peran kawan-kawan penggiat (baca: LSM) lingkungan dapat pula berperan dalam menjadi agen perubahan yang strategis guna mengawal pengelolaan sumberdaya lingkungan, hutan dan air agar tetap lestari. (Sy)

Saturday, March 27, 2010

Mid Semester My Junior (Maret 2010)


Setelah seminggu berkutat dengan kegiatan belajar bersama sang Junior (Fatur) tuk menghadapi ujian Mid semester kali ini, hasil pun diperoleh. Math, dapat 6 dan harus mengulang. English, dapat 8.5. Sains, dapat nilai 10. PAI, dapat nilai 9.6. PKPS, dpt nilai 8.5. yang lainnya masih belum dibagikan oleh Ustadzah.

Sabtu ini, 27 Maret 2010. aku nganterin agak terlambat karena harus melengkapi surat menyurat bagi dokumen proyek UKL UPL yang sedang kukerjakan. Sesuai dengan jadwal aku dan junior pergi jam 09.00 wita. namun ternyata, jadwal ujian Sport berubah tiba2 oleh Ustadz yang mengujinya. Dan, kabarnya akan diadakan ulangan lagi nanti hari Senin.

Melihat nilai hasil Ujian Mid Semester juniorku, aku merasa apa yg kuberikan masih belum optimal hingga hasilnya pun masih tergolong blm memuaskan. Namun aku yakin ini yg terbaik yg pernah aku lakukan kepada anakku. Sejak kepulangannku ke Palu.

So, selamat dan sukses bt Fatur anakku. Moga bekal ilmu tsb bs bermanfaat bagimu kelak. amiiin....