Tuesday, April 13, 2010

UU 32 Thn. 2009 Tentang PPLH


Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang kemudian digantikan dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Undang-undang ini terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan

Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:

1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.

Kita semua berharap, kehadiran UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH ini akan dapat memberikan lebih banyak manfaat dalam upaya kita, baik pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lebih baik dan bijaksana, sehingga apa yang menjadi titipan anak cucu kita dapat kita serahkan kembali dalam kondisi yang masih layak. Semoga.(re-write SY)

Peran Strategis UKL UPL

Dalam pasal 1 Undang-undang RI nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Bagaimana impelementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dapat menentukan keberhasilan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan melalui perannya yang cukup strategis?

UKL/UPL adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL. Sedangkan pengertian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Prosedur Teknis UKL/UPL

Secara teknis pelaksanaan dan penerapan UKL/UPL saat ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL/UPL. Poin-poin utama pedoman teknis tersebut antara lain mengatur tentang:

1. UKL dan UPL wajib dilakukan oleh pemrakarsa usaha dan atau kegiatan dengan menggunakan formulir isian seperti terlampir dalam Keputusan tersebut.
2. Di dalam formulir isian tentang UKL dan UPL berisikan informasi, identitas pemrakarsa, rencana usaha dan atau kegiatan, dampak lingkungan yang akan terjadi, program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, tanda tangan dan cap.
3. Apabila usaha dan atau kegiatan berlokasi pada 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota, Pemrakarsa mengajukan formulir isian tentang UKL/UPL kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten/Kota.
4. Berdasarkan formulir isian tentang UKL/UPL, instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha atau kegiatan untuk melakukan pemeriksaan formulir isian tentang UKL/UPL yang telah disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL/UPL.
5. Dalam hal terdapat kekurangan informasi yang disampaikan dalam formulir isian tentang UKL/UPL dan memerlukan tambahan atau perbaikan, pemrakarsa wajib menyempurnakan atau melengkapinya sesuai hasil pemeriksaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja.
6. Instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota wajib menerbitkan rekomendasi tentang UKL/UPL kepada pemrakarsa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL dan UPL yang telah diperbaiki oleh pemrakarsa.
7. Dalam hal formulir isian tentang UKL/UPL tidak memerlukan perbaikan, instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota wajib memberikan rekomendasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL/UPL.
8. Pemrakarsa mengajukan rekomendasi tentang UKL/UPL dari pejabat instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup kepada instansi yang berwenang sebagai dasar penerbitan izin melakukan usaha atau kegiatan.
9. Pejabat dari instansi yang berwenang wajib mencantumkan syarat dan kewajiban yang tercantum dalam program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup di dalam izin melakukan usaha atau kegiatan yang bersangkutan.
10. Izin yang diterbitkan oleh pejabat dari instansi yang berwenang tembusannya wajib disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota.

Peran strategis UKL/UPL terletak pada keterpaduannya dengan segala bentuk dan arah pembangunan di suatu wilayah. Perizinan yang dikeluarkan terhadap suatu usaha/kegiatan seharusnya mengacu kepada hasil analisis dan kajian dalam UKL/UPL, yang apabila diterapkan secara sungguh-sungguh akan dapat mengurangi dan mengantisipasi kemungkinan dampak negatif yang muncul bagi lingkungan dan masyarakat. Selain itu UKL/UPL merupakan salah satu alat pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Agar UKL/UPL dapat dijadikan alat yang efektif, maka hal yang paling perlu segera dilakukan adalah penerapan peraturan perundangan yang terkait dengan UKL/UPL dan pengelolaan lingkungan secara konsisten dimulai dari aparatur pemerintahan yang memiliki kewenangan menanganinya. Kemudian setelah penerapan aturan yang sesuai dilakukan maka faktor pengawasan dan pengendalian terhadap implementasi penerapan UKL/UPL di lapangan memegang peranan penting untuk menciptakan UKL/UPL tidak hanya sebagai persyaratan dokumen formal tetapi bermanfaat bagi kelangsungan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Karawang.

Source : karawangkotaku.wordpress.com