Posmetrojambi.com, 13 Desember 2010
JAMBI - Organisasi lingkungan hidup KKI Warsi meminta pemerintah untuk menertibkan perambah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Permintaan ini disampaikan terkait dengan rencana pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Telun Berasap di Kabupaten Kerinci. “Kami sangat mendukung rencana pembangunan PLTA tersebut.
Dengan adanya PLTA akan menjawab pertanyaan yang selama ini diungkapkan, apa sih manfaat yang diberikan TNKS?” kata Rudi Syaff, Manajer Komunikasi KKI Warsi.Namun, pembangunan PLTA tersebut akan sia-sia jika pemerintah membiarkan perambahan terus berlangsung. Perambahan akan mengakibatkan tutupan hutan di TNKS menjadi berkurang. “PLTA tersebut akan menggunakan air dari Danau Gunung Tujuh yang ada di dalam kawasan TNKS. Jika banyak perambahan, maka daerah resapan airnya akan berkurang. Jika kawasan resapan berkurang, akan menyebabkan suply air ke Danau Gunung Tujuh juga akan berkurang. Akibat lebih jauh, jika air Danau Gunung Tujuh berkurang dan debit air terjun Telun Berasap akan berkurang. Maka, nasib PLTA Gunung Tujuh tak akan jauh beda dengan PLTA Koto Panjang yang saat ini tidak bisa dioperasikan karena ketiadaan sumber air,” jelas Rudi Syaff.
Rudi menambahkan, pemerintah harus bersikap tegas terhadap para perambah. Jika terus dibiarkan, bukannya tidak mungkin hutan TNKS akan habis berganti menjadi kebun kentang. Namun demikin, tambah Rudi, pemerintah juga harus memberikan solusi kepada para penggarap lahan TNKS. “Harus ada solusi buat mereka, jangan asal usir. Harus dipikirkan bagaimana penghidupan mereka setelah keluar dari kawasan TNKS,” tegas Rudi Syaff.
Menurut data Balai Besar TNKS, saat ini ada sekitar 6 ribu Kepala Keluarga (KK) yang merambah kawasan taman nasional. Mereka telah mengolah lahan di dalam kawasan TNKS seluas sekitar 25 ribu hektar. Sebelumnya, pemerintah telah mengultimatum para perambah agar meninggalkan lahan garapannya paling lambat 1 Desember lalu. Namun, setelah melewati tenggat waktu tersebut, mayoritas perambah memilih bertahan. Hanya sedikit perambah yang meninggalkan lokasi secara suka rela.
Pemerintah sendiri tidak melakukan pengusiran perambah yang bertahan. Menurut Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNKS, Persada Agussetia Sitepu, pihaknya tidak mungkin melakukan pengusiran perambah di Kerinci. “Berbeda dengan di Lembah Masurai yang mana perambahnya adalah para pendatang. Sementara di Kerinci perambahnya adalah warga setempat. Kami tidak mungkin melakukan tindakan tegas karena bisa menimbulkan kekisruhan,” kata Agussetia. (usm)
0 comments:
Post a Comment