Jakarta, Kompas - Kementerian Lingkungan Hidup mengubah paradigma dalam penanganan isu lingkungan. Yang semula diserahkan ke setiap daerah kabupaten atau kota, kini penanganannya diharapkan lebih terintegrasi dengan dibentuknya lima ecoregion untuk seluruh Indonesia, yaitu ecoregion Sumatera; Balinusa untuk Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat; Sumapapua untuk Sulawesi, Maluku, dan Papua; Jawa; serta Kalimantan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan ecoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
Untuk pertama kalinya perwakilan dari semua ecoregion, Rabu (10/11), berkumpul pada acara National Summit "Mewujudkan Sinergi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup" yang digelar di Jakarta.
Hadir sebagai pembicara, yaitu Koordinator Nasional Conservation and Spatial Planning World Wide Fund for Nature Indonesia Barano Sulistya Siswa, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, serta Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup Hermien Rosita. Dalam diskusi, antara lain, terungkap, dengan konsep ecoregion itu diharapkan sinergi, fungsi koordinasi, dan diseminasi informasi menjadi lancar. Tugas dari ecoregion, antara lain, menjadi fasilitator dan penghubung antarsektor dan antarwilayah.
Menahan kebijakan
"Ecoregion bertugas menjahit kebijakan antardaerah dan memasukkan pertimbangan lingkungan dalam kebijakan pembangunan serta melakukan pengawasan," tutur Hermien.
Ecoregion juga bertugas menetapkan kriteria-kriteria lingkungan hidup, mengembangkan sistem informasi, serta mengarusutamakan pembangunan dengan memperhitungkan aspek keberlanjutan produktivitas dan aspek penyelamatan lingkungan. "Saat ini kita tidak pernah tahu berapa cadangan sumber daya alam kita," ujar Hermien.
Dia mengingatkan, pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan tata ruang yang sedang dibuat harus selalu mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung lingkungan. "Apalagi sekarang sudah banyak terjadi bencana banjir, longsor, dan sebagainya," ujar Hermien.
Dengan adanya ecoregion yang mengemban tugas dari Kementerian Lingkungan Hidup, menurut dia, "Harus tidak ada lagi izin usaha yang diperoleh tanpa ada izin lingkungan."
Kesiapan melakukan
Memandang UU No 32/2009 yang memunculkan ecoregion, Sarwono berpendapat, peraturan itu terlalu bagus untuk bisa dilaksanakan semua orang.
"Kalau tidak mampu melaksanakan, UU itu akan terdiskreditkan," ujar Sarwono.
Menurut dia, karena Indonesia luas dan masif, akan sulit untuk mencapai semua target sekaligus. Dia menyarankan untuk pertama kali dipilih beberapa bagian saja, terutama yang strategis.
"Masalah gambut amat strategis karena merupakan persoalan eksklusif Indonesia. Masalah kehutanan banyak di berbagai negara, tetapi gambut hanya di Indonesia. Jika berhasil menangani masalah lingkungan melalui penanganan gambut, gengsi Indonesia akan naik sehingga dukungan dari luar negeri juga akan datang," ujarnya.
Heart of Borneo
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta menegaskan, sekarang pihaknya memfokuskan pada Heart of Borneo. Heart of Borneo adalah kawasan yang menjadi daerah tangkapan air untuk sejumlah sungai besar di Kalimantan yang berada di wilayah tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Menurut Gusti, tahun depan Indonesia mendapat giliran untuk memimpin Heart of Borneo. "Kalimantan adalah megabiodiversitas jadi harus benar- benar kita jaga," tuturnya. Oktober lalu Gusti mengatakan, telah memaparkan rencana- rencana untuk Heart of Borneo dan berbagai sumber pendanaannya. Gusti menambahkan, semua gubernur di Sumatera juga sudah menandatangani kesepakatan untuk mengembalikan kondisi lingkungan Sumatera.
Sementara terkait persoalan inventarisasi, yang merupakan dasar untuk membuat perencanaan, Gusti yakin akan bisa menyelesaikan pada 2011. Sementara menurut Hermien, data yang ada sekarang memang terdapat di berbagai pihak, seperti Kementerian Kehutanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tetapi setidaknya inventarisasi tidak berangkat dari titik nol.
Sumber: Kompas, 11 November 2010, Halaman 13
0 comments:
Post a Comment