FBC-Padang Pariaman. “Cik jawi baserak di laman, di laman cik jawi baserak. Cik jawi baguno untuak biogas, untuak biogas
cik jawi baguno” (Kotoran sapi berserakan di halaman, di halaman kotoran
sapi berserakan. Kotoran sapi berguna untuk biogas, untuk biogas kotoran sapi
berguna). Demikian sebuah penggalan lagu
dinyanyikan dengan irama mars oleh Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura
Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Ir. Djoni, Senin (7/5).
Hal demikian dinyanyikan oleh Djoni, saat
kegiatan hari temu lapangan petani
yang digelar oleh kelompok sekolah lapangan (SL) Jorong Sungai Pinang, Nagari
Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.
Menurut Djoni, kotoran sapi selama ini sudah
mulai dimanfaatkan oleh petani organik di Sumbar sebagai bahan baku
kompos. “Kan tidak hanya sampai pada
kompos, kotoran sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber biogas,” katanya.
Dia menjelaskan, dari kotoran sapi segar
sampai menjadi kompos, terjadi proses fermentasi. “Pada saat fermentasi inilah gas metana
dihasilkan,” sambungnya.
Djoni menambahkan, bila petani dapat
memanfaatkan gas hasil fermentasi ini, otomatis petani sudah tidak banyak
bergantung pada bahan bakar fosil. “Ini
juga bisa menghemat pengeluaran keluarga,” tandas Djoni.
Ditempat yang sama, ketua panitia hari temu lapangan, Indra Medi, 51, sepakat
dengan apa yang disampaikan Djoni.
Menurutnya, biogas bukan hanya soal memanfaatkan limbah menjadi sesuatu
yang bermanfaat, namun pengelolaan biogas sesungguhnya dilakukan untuk
melakukan pengurangan emisi gas metana itu sendiri.
“Gas metana kalau diemisikan ke udara akan
memperbanyak konsentrasi gas rumah kaca” katanya.
Menurut Indra, metan merupakan salah satu gas
penyumbang gas rumah kaca di udara selain karbondioksida, nitrogen oksida dan
gas lainnya. Konsentrasi gas metana
diudara sangat menentukan peningkatan panas bumi. “Jika bumi makin panas, maka es di kutub akan
mencair dan perubahan iklim tidak dapat dihindarkan” tandasnya.
Indra mengakui, dalam beberapa tahun belakangan telah
merasakan perubahan iklim yang cukup berdampak atas usaha taninya. Menurutnya, saat ini musim hujan dan kering
sudah agak sulit diperkirakan. Dampaknya,
sulitnya memperkirakan musim hujan dan kering, sehingga sulit pula bagi petani
untuk menentukan musim tanam.
Lebih jauh dia menjelaskan, buangan padat dari
instalasi biogas dapat dimanfaatkan sebagai kompos. “Kompos hasil biogas sangat sempurna karena
fermentasi juga berlangsung dengan sempurna” kata Indra.
Di tempatnya tingga, di Korong Sungai Pinang
Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman, Indra Medi telah membantu
pemasangan 4 unit biogas. Bukan hanya
sampai disitu, Indra Medi juga telah memasang 1 unit biogas di Nagari Taratak
Tampati, Batang Kapas di Kabupaten Pesisir Selatan, 1 unit di nagari Sungai
Buluh Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman dan 1 lagi di Malalak.
Menyusul, ia akan memasang 13 instalasi biogas
lainnya di wilayah itu, 1 instalasi di Nagari Ulakan dan 1 lagi di Nagari Kudu
Gantiang.
Indra Medi tertarik mengembangkan biogas sejak
terlibat dalam sekolah lapangan yang difasilitasi FIELD-Bumi Ceria, sebuah
program yang mendukung ketangguhan masyarakat terhadap perubahan iklim dan
pengurangan risiko bencana pada komunitas petani di Kabupaten Padangpariaman,
Sumatera Barat. Program ini didukung
oleh United State Agency for International Development (USAID) dan
diimplementasikan oleh Yayasan FIELD Indonesia.
“Saya bertekad untuk tetap menggalakkan biogas
untuk petani. Karena biogas adalah
energi terbarukan yang murah, mudah dan terjangkau oleh masyarakat petani”
pungkasnya. [milis]
0 comments:
Post a Comment